FRIENDSTER AKAN KEMBALI HADIR LAGI?

 

ARTIKEL GLOBAL : Siapa tidak mengenal sebuah server era 2000-an, tentang Friendster? Pasti anak zaman masa 2000-an tidak melupakan server Friendster tersebut. Di mana masa masih memiliki sebuah teknologi manual dan alat komunikasi dengan internet standart. 

Media sosial populer di era tahun 2000-an, Friendster, bakal kembali menyapa warganet di dunia maya setelah kurang lebih delapan tahun 'mati suri'. Lalu, kenapa Friendster sempat tutup?
Friendster bisa di bilang sebagai 'dedengkot' media sosial. Ia hadir lebih dulu daripada media sosial lainnya seperti MySpace maupun Facebook yang digagas Mark Zuckerberg.

Media sosial tersebut dibuat programer asal Kanada bernama Jonathan Abrams di tahun 2002. Dengan investasi sebesar US$12 juta oleh Kleiner Perkins Caufield & Byers Benchmark Capital, dan investor swasta. Nama Friendster diambil dari dua kata, "Friend" yang berarti teman, dan "Napster".


Di masa-masa puncaknya, Friendster memiliki lebih dari 100 juta pengguna, sebagian besar di Asia Tenggara.

Per bulan Juni 2008,Friendster memiliki pengguna aktif bulanan mencapai 37,1 juta orang. Dari angka tersebut, mayoritas pengguna Friendster berasal dari Asia. Angka pengguna Asia mencapai 33 juta pengguna aktif bulanan.

Pada Juli 2009, setelah beberapa masalah teknis dan desain ulang, situs ini mengalami penurunan traffic yang dahsyat karena pengguna mulai beralih ke media sosial lain seperti Facebook.

Selepasnya, Friendster berubah menjadi situsweb gim online. Data-data kenangan pengguna media sosial tersebut, per tanggal 31 Mei 2011, dihapus oleh pihak Friendster. Kemudian, situs ini benar-benar mati pada tahun 2015.

Lantas, kenapa Friendster bisa mati?

David Garcia, seorang profesor di Swiss Federal Institute of Technology di Zurich dan rekannya telah melakukan 'otopsi' digital dengan menggunakan data yang dikumpulkan tentang jejaring ini sebelum akhirnya mati.

Mereka mengatakan ketika biaya - waktu dan tenaga - yang terkait dengan menjadi keanggotaan media sosial lebih besar dari manfaatnya, maka kondisinya memungkinkan untuk terjadi eksodus. Pertimbangannya adalah jika satu orang keluar, maka teman-temannya lebih mungkin untuk keluar juga dan hal ini dapat merembet ke seluruh jejaring yang menyebabkan menurunnya keanggotaan.

Tetapi Garcia dan rekannya menunjukkan bahwa topologi networking memberikan ketahanan terhadap hal ini. Ketahanan ini ditentukan oleh jumlah teman yang dimiliki oleh masing-masing pengguna.



Jadi, jika sebagian besar orang dalam sebuah jejaring hanya memiliki dua teman, maka jejaring tersebut akan sangat rentan untuk runtuh. Hal ini dikarenakan ketika satu orang keluar, maka akan menyisakan seseorang yang hanya memiliki satu teman.

Orang ini kemudian kemungkinan besar akan keluar dan meninggalkan orang lain yang hanya memiliki satu teman dan seterusnya. Hasilnya adalah serangkaian eksistensi yang menyapu jaringan.

Namun, jika sebagian besar orang dalam jaringan memiliki, katakanlah, sepuluh teman, kehilangan satu teman jauh lebih kecil kemungkinannya untuk memicu terjadinya rangkaian eksodus.

Jadi, fraksi jaringan dengan jumlah teman tertentu merupakan indikator penting dari kerentanan jaringan tersebut.


Menurutnya komunitas yang rentan dengan cara ini tidak secara otomatis gagal. Sebelum hal itu bisa terjadi, rasio biaya terhadap manfaat harus turun ke tingkat yang membuat individu cenderung untuk pergi.

Kombinasi dari rasio biaya-ke-manfaat yang rendah dan distribusi k-inti yang rentan inilah yang berakibat fatal bagi jejaring sosial. 


Jadi dalam otopsi digital ini, penyebab kematian adalah penurunan rasio biaya terhadap manfaat.

Garcia dan rekan-rekannya menyimpulkan "Langkah ini dapat dilihat sebagai pendahulu dari keruntuhan komunitas di kemudian hari". Namun, faktor lain yang turut berperan adalah distribusi k-core. 

Komentar

Postingan Populer